Kamis, 26 Juli 2012

KEBERSAMAAN DALAM ISLAM ITU... INDAH **

Rasululuah SAW pernah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud. “Hampir saja umat-umat menyerang kalian dari segala penjuru, bagaikan rayap-rayap yang menyerang tempat makannya sediri” Lalu para sahabat bertanya, “Apakah jumlah kita waktu itu sedikit ya Rasulullah?”

“Tidak,” jawab Rasulullah, “Malahan pada waktu itu kalian berjumlah sangat banyak, tetapi kalian adalah buih bagaikan air bah. Sesungguhnya Allah SWT telah mencabut kewibawaan kalian dan pada waktu yang sama Allah menanamkan Wahn dalam hati kalian.” Para sahabat bertanya, “Apa Wahn itu ya wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab, Cinta dunia dan takut mati.
Kebersamaan yang dimiki oleh umat islam diikat oleh sesuatu yang bernama aqidah. Sebuah ikatan yang sangat kuat, menembus batas suku bangsa, negara, bahasa, ras, kota, pulau,bahkan benua sekalipun. Sekali seseorang bersahadat dan ia tetap dalam sahadatnya itu, maka ia adalah saudara kita.

Contoh terbaik kebersamaan umat islam yang harus menjadi contoh tauladan kita adalah ketika zaman Rasulullah SAW dan para sahabat yakni kaum muhajirin dan anshor. Lihatlah bagaimana kuatnya ikatan antarumat islam di kala itu. Saking kuatnya ikatan ini, seakan-akan seperti saudara kandung sendiri.

Orang-orang anshor berlomba-lomba memberikan bantuan kepada kaum muhajirin yang datang dari Mekah. Dan mereka melakukannya dengan ikhlas semata-mata mengharap ridho Allah SWT. Itulah contoh terbaik sepanjang masa yang dapat kita tiru pada kehidupan kita saat ini.

Dan kalau kita mau merenung lebih dalam lagi, mengapa kondisi umat islam seperti ini? Disaat musuh-musuh Islam sedang gencar-gencarnya menyerang Islam dari berbagai sudut, kita sesama Islam saja masih berselisih. Imam Abu Hanifah (Hanafi) pernah berkata: “Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu darimana kami mengambil sumbernya”

Imam Malik (Maliki) juga pernah bekata: “Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Quran dan sunnah, ambillah, dan bila tidak sesuai dengan Al-Quran dan sunnah, tinggalkanlah”

Imam Syafi’i, pun seperti itu, ia mengatakan “Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadits Rasulullah SAW, peganglah hadits Rasulullah SAW itu dan tinggalkanlah pendapatku itu”

Begitupun dengan Imam Ahmad bin Hambal (Hambali): “Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil.”

Begitulah para imam madzhab menganjurkan untuk tidak merasa paling benar sendiri dan tidak taqlid kepada satu golongan, merekalah salafus shalih yang benar.
By : Serat Dakwah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar